Jumat, 17 Februari 2017

Penataan Pemukiman di Sepanjang Sungai

Tugas 7 
            
Latar Belakang
            Tempat tinggal atau hunian yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia di muka bumi ini. Hal ini sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menentukan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun sangat disayangkan belum semua masyarakat Indonesia dapat menikmati hunian yang layak. Hal ini terlihat nyata melalui kehadiran kawasan-kawasan kumuh di kota-kota besar.
Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah keterbatasan lahan. Harga lahan yang tersedia di pusat kota sangat tinggi, sehingga pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah hanya dapat dilaksanakan di pinggir kota. Akhirnya mereka harus puas tinggal di pinggir kota dan di bantaran sungai. Hal ini berkaitan dengan “PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 63/PRT/1993 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI”

Tujuan
            Tujuan dari penulisan ini akan membahas tentang penataan pemukiman di sepanjang sungai








Pembahasan
Pengertian :

Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara).

Bantaran Sungai
Bantaran sungai yaitu daratan yang terdapat di tengah tengah badan sungai atau pada kelokan dalam sungai sebagai hasil pengendapan

Peraturan :
-          Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 Tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai Pasal 12.
Pasal 12
Pada daerah sempadan dilarang :
a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.

-          Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 Tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai Pasal 11.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan
Pasal 11
Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut :
a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan.
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api.
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai.
g. Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melaui pebebasan tanah.

***

              Di zaman sekarang pembangunan semakin banyak, lahan semakin sedikit, sekalinya pun ada lahan pasti harganya sangat mahal. Dengan keluarga ekonomi menegah kebawah hal ini sangat memberatkan untuk membangun rumah di perkotaan, akibatnya sekarang ini banyak sekali kita lihat bangunan-bangunan yang berdiri di bantaran sungai. Hal ini tidak boleh ada karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 Tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai Pasal 12.
Pasal 12
Pada daerah sempadan dilarang :
a. Membuang sampah, limbah padat dan atau cair.
b. Mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha.

            Di dalam peraturan tersebut sudah di jelaskan, dilarang mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha, tetapi masih banyak saja pembangunan di bantaran sungai sampai saat ini. Seperti dalam berita yang dikutip dari berita yang bersumber dari http://poskotanews.com/2016/09/03/siap-siap-giliran-rumah-warga-di-bantaran-kali-krukut-bakal-digusur/



JAKARTA (Pos Kota) – Pemprov DKI segera mengguyur pemukiman warga yang ada di bantaran Kali Krukut. Langkah tersebut dilakukan menyusul terendamnya kawasan Kemang, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Menurut Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Syaiful Hidayat pihaknya telah melakukan audit dan investigasi setelah banjir di Kemang. Hasilnya, ia menyatakan terjadi penyempitan Kali Krukut, dari 20 meter menjadi hanya sekitar 4 meter.
Djarot mengatakan, penyempitan Kali Krukut terjadi akibat didudukinya badan sungai oleh permukiman warga. Oleh karena itu, ia menyatakan Pemprov DKI berkomitmen menertibkan permukiman yang ada di bantaran Kali Krukut. Penertiban tidak hanya pada rumah-rumah kecil, tapi juga perumahan besar.
“Kami tidak peduli. Karena DKI punya prinsip tidak akan pandang bulu. Jangan dikira kami hanya menggusur yang liar-liar saja ya,” kata politisi PDI Perjuangan ini.
Menurut Djarot, Pemprov DKI akan mengaudit sertifikat dan IMB rumah di bantaran Kali Krukut, di Kemang. Jika nantinya ada penyelewengan dalam penerbitan izin dan lokasi rumah dinyatakan melanggar tata ruang, Djarot memastikan pembongkaran akan segera dilakukan. “Sehingga program kami ke depan bukan hanya menormalisasi Kali ciliwung. Tapi juga ke halte-halte yang lain juga,” kata Djarot.
Seperti diketahui sebelumnya, Sabtu (27/8), kawasan pemukiman elit Kemang terendam hingga satu meter. Bukan hanya pemukiman, namun puluhan mobil mewah yang terparkir di kawasan yang terkenal sebagai pusat hiburan dan kuliner juga ikut terendam.(guruh)

Tanggapan :
Menanggapi berita tersebut, seharusnya tidak boleh lagi ada bangunan di bantaran sungai karena menyalahgunakan fungsi sungai yang tertera dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 63/PRT/1993 Tentang Garis Sepadan Sungai, Daerah Manfaat Sungai, Daerah Penguasaan Sungai dan Bekas Sungai Pasal 11.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Daerah Sempadan
Pasal 11
Pemanfaatan lahan di daerah sempadan dapat dilakukan oleh masyarakat untuk kegiatan-kegiatan tertentu sebagai berikut :
a. Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan.
b. Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan.
c. Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan.
d. Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon dan pipa air minum
e. Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan baik umum maupun kereta api.
f. Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat social dan masyarakat yang tidak menimbulkan dampak merugikan bagi kelestarian dan keamanan fungsi serta fisik sungai.
g. Untuk pembangunan prasarana lalu intas air dan bangunan pengambilan dan pembuangan air.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang atau pejabat yang ditunjuk olehnya, serta syarat-syarat yang ditentukan.
(3) Pejabat yang berwenang dapat menetapkan suatu ruas di daerah sempadan untuk membangun jalan inspeksi dan/atau bangunan sungai yang diperlukan, dengan ketentuan lahan milik perorangan yang diperlukan diselesaikan melaui pebebasan tanah.
Oleh karena itu, seharusnya pemerintah juga memberikan solusi untuk menata bantaran sungai agar masyrakarat menengah kebawah juga bisa pindah kerumah yang lebih layak, tidak dialihkan fungsi menjadi pemukiman dan tidak mengganggu aktifitas di bantaran sungai.


Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Sungai




Ilham Sulthony
3TB06
25314192

Hukum dan Pranata Pembangunan (Tugas 7) - Rehulina Apriyanti

RUSUNAMI & RUSUNAWA

Tugas 6 – RUSUNAMI DAN RUSUNAWA
            
Latar Belakang
            Tempat tinggal atau hunian yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar dari setiap manusia di muka bumi ini. Hal ini sejalan dengan apa yang diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menentukan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera, lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Namun sangat disayangkan belum semua masyarakat Indonesia dapat menikmati hunian yang layak. Hal ini terlihat nyata melalui kehadiran kawasan-kawasan kumuh di kota-kota besar.
Salah satu kendala utama yang dihadapi dalam menyediakan hunian yang layak dan terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah keterbatasan lahan. Harga lahan yang tersedia di pusat kota sangat tinggi, sehingga pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah hanya dapat dilaksanakan di pinggir kota. Akhirnya mereka harus puas tinggal di pinggir kota. Hal ini kemudian menimbulkan beberapa masalah, antara lain:
  • Kesulitan bagi para pekerja karena jauhnya jarak yang harus ditempuh dari rumah ke tempat kerja
  • Kesulitan bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak
  • Kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkan fasilitas kesehatan
  • Kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik
  • Kesulitan bagi masyarakat untuk mendapatkan sarana hiburan
Masalah-masalah di atas terjadi karena sebagian besar kawasan niaga, perkantoran, sekolah, universitas, rumah sakit, kantor pemerintahan dan sarana hiburan terpusat di tengah kota. Terpusatnya sarana umum di tengah kota menyebabkan masyarakat yang tinggal di pinggir kota harus menempuh jarak yang jauh untuk menikmati sarana umum tersebut. Hal ini berujung pada kemacetan yang tiap tahun semakin parah.

Kendala utama dalam menyediakan hunian yang terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah adalah karena lahan yang semakin sedikit dan semakin mahal, sehingga solusi terbaik adalah dengan melakukan pembangunan hunian secara vertikal yang diwujudkan melalui rumah susun. Pembangunan rumah susun mampu memadatkan hunian yang semula memerlukan lahan yang luas ke lahan yang lebih sempit. Akhirnya pada April 2007 pemerintah mencanangkan program nasional Pembangunan Seribu Menara.

Tujuan
            Mengenal lebih jauh tentang rumah sederhana / Rusunami dan Rusunawa untuk kalangan menengah kebawah

Pembahasan

PENGERTIAN RUSUN, RUSUNAMI DAN RUSUNAWA

Rusun adalah singkatan dari rumah susun. Rumah susun sering kali dikonotasikan sebagai apartemen versi sederhana, walupun sebenarnya apartemen bertingkat sendiri bisa dikategorikan sebagai rumah susun. Rusun dibangun sebagai jawaban atas terbatasnya lahan untuk pemukiman di daerah perkotaan.

Rumah susun merupakan kategori rumah resmi pemerintah Indonesia untuk tipe hunian bertingkat seperti apartemen, kondominium, flat, dan lain-lain. Pada perkembangannya istilah rumah susun digunakan secara umum untuk menggambarkan hunian bertingkat kelas bawah, yang artinya berbeda dengan apartemen. Ada dua jenis rusun, yaitu rusunami dan rusunawa.

Rusunami merupakan akronim dari Rumah Susun Sederhana Milik. Penambahan kata "sederhana" setelah rusun bisa berakibat negatif, karena pada pikiran masyarakat awam rusun yang ada sudah sangat sederhana. Namun kenyataannya rusunami yang merupakan program perumahan yang digalakkan pemerintah ini, merupakan rusun bertingkat tinggi yaitu rusun dengan jumlah lantai lebih dari 8. Secara fisik, tampilan luarnya mirip dengan apartemen. Kata “milik” yang ditambahkan di belakangnya berarti pengguna tangan pertama adalah pembeli yang membeli secara langsung dari pengembangnya. Istilah lain yang sering diusung oleh para pengembang untuk rusunami adalah “apartemen bersubsidi”. Para pengembang umumnya lebih senang menggunakan istilah “apartemen” daripada “rusun” karena konotasi negatif yang melekat pada istilah “rusun”. Sedangkan penambahan kata “bersubsidi” disebabkan karena pemerintah memberikan subsidi bagi pembeli rusunami. Namun hanya pembeli yang memenuhi syarat saja yang berhak diberi subsidi. Warga masyarakat yang tidak memenuhi syarat tetap dapat membeli rusunami, namun tidak berhak atas subsidi.

Berbeda dengan Rusunami, Rusunawa adalah Rumah Susun Sederhana Sewa. Rusunawa umumnya memiliki tampilan yang kurang lebih sama dengan rusunami, namun bedanya penggunanya harus menyewa dari pengembangnya.

JENIS-JENIS RUSUN
1.      Rumah Susun Umum
Dibangun untuk memenuhi kebutuhan perumahan di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah. Rusun ini memiliki 2 jenis yaitu RUSUNAMI (Rumah Sususn Umum Milik) yang kepemilikannya berada di tangan pertama yang membeli unit rusun dari pengembang. Para pengembang lebih memilih pemakaian istilah Apartemen bersubsidi untuk rusunami. Sedangkan RUSUNAWA (Rumah Susun Umum Sewa) penggunanya harus menyewa dari pengembang.

2.      Rumah Susun Khusus
Dibangun untuk memenuhi kebutuhan khusus

3.      Rumah Susun Negara
Dimiliki negara dan menjadi tempat tinggal bagi para pegawai negeri untuk menunjang pekerjaannya.

4.      Rumah Susun Komersial
Dibangun untuk mendapatkan keuntungan. Seperti apartemen, kondominium, flat, dll.

PENGELOMPOKKAN BERDASARKAN PENGGUNAAN
1.      Rusun Hunian                       :  Seluruhnya berfungsi untuk tempat tinggal
2.      Rusun Bukan Hunian          : Seluruhnya untuk kegiatan sosial atau tempat usaha
3.      Rusun Campuran                  : Sebagian untuk tempat tinggal dan sebagian lagi untuk tempat usaha


Berdasarkan penjelasan diatas memang benar apatemen merupakan salah satu jenis rusun. Walaupun dari segi material berbeda sangat jauh. Apartemen biasanya menggunakaan bahan material kelas A dan untuk Rusun hanya menggunakan yang biasa-biasa saja. Tetapi karena konotasi rusun yang negatif, karena mungkin pengelolaannya yang kurang baik maka para pengembang lebih menyukai memakai nama apartemen.
Untuk parkir sendiri Aparteman punya aturan 1 unit 1 parkir, sedangkan untuk rusun sendiri 10 unit untuk 1 parkir. Apartemen biasanya menyediakan basement, sedangkan rusun tidak.
Sasaran Rusunami maupun Rusunawa adalah untuk kalangan menengah kebawah. Tetapi pada kenyataannya banyak orang-orang yang berkantong tebal malah membeli banyak unit lalu di jualnya kembali dan hanya untuk mengincar keuntungan semata, tanpa melihat kebutuhan orang-orang kalangan penghasilan rendah untuk tempat tinggal. Banyak yang membeli banyak unit lalu membiarkannya kosong hingga harga merangkak naik dan menjualnya dengan harga yang tinggi yang biasanya disewakan per tahun. Sehingga bisa dibilang subsidi dari pemerintah untuk Rusunami menjadi kurang tepat sasaran.

Kesimpulan :
Jika dilihat dari perbedaan rusunami dan rusunawa, sangat berbeda. Dengan bersumber pada https://www.cekaja.com/info/pilih-rusunawa-atau-rusunami-ketahui-dulu-perbedaannya/, disitu jelas ada perbedaannya. Rusunawa dengan sistem huni “sewa” sedangkan Rusunami “KPR”. Dari perbedaan ketinggian lantai juga berbeda, Rusunawa maksimal jumlah lantai 6 lantai dan tidak menggunakan lift sedangkan Rusunami dengan jumlah lantai yang lebih dari 6 dan menggunakan lift. Dan dengan perbedaan subsidi Rusunawa itu sebesar 80% untuk masyarakat berpenghasilan rendah sedangkan Rusunami 5% Subsidi Selisih Bunga (Sesuai Golongan).
Jadi banyak di daerah Jakarta Rusunawa digunakan untuk masyarakat kalangan menengah kebawah sedangkan untuk Rusunami banyak digunakan untuk masyarakat menengah ke atas.





Sumber :
https://www.cekaja.com/info/pilih-rusunawa-atau-rusunami-ketahui-dulu-perbedaannya/




Ilham Sulthony
3TB06
25314192

Hukum dan Pranata Pembangunan (Tugas 6) - Rehulina Apriyanti

RUANG TERBUKA HIJAU

Tugas 5 – Ruang Terbuka Hijau
            
Latar Belakang
            Semakin banyaknya pembangunan gedung, perumahan, hotel, perkantoran dan lain-lain nya di zaman sekarang ini justru bukannya malah membuat suatu daerah atau kota tersebut menjadi modern, malah membuat daerah atau kota tersebut menjadi padat. Apalagi jika berbicara pembangunan yang masih lalai akan penggunaan RTH (Ruang Terbuka Hijau).
RTH sangat di wajibkan bagi setiap wilayah. Karna Menurut UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota (Pasal 29 ayat 2). Ketentuan ini dijabarkan oleh Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang menetapkan 20 % alokasi RTH Publik dan 10 % RTH Privat (Pasal 36 ayat 1 dan 2).

Tujuan
            Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas kota yang mulai menerapkan RTH 30% dari luas wilayah dan RTH publik 20% dari luas wilayah kota.



Pembahasan
            Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area yang memanjang berbentuk jalur dan atau area mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja di tanam. Dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa 30% wilayah kota harus berupa RTH yang terdiri dari 20% publik dan 10% privat. RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Contoh RTH Publik adalah taman kota, hutan kota, sabuk hijau (green belt), RTH di sekitar sungai, pemakaman, dan rel kereta api. Sedangkan RTH Privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Penyediaan RTH memliki tujuan sebagai berikut :
1.      Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air,
2.      Menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat.
3.      Meningkatakan keserasian lingkunagn perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah, dan bersih.
Yang menjadi pertanyaan, mampukah kota-kota di Indonesia melaksanakan amanat peraturan-peraturan tersebut, di tengah tergerusnya RTH karena pesatnya pembangunan dan alih fungsi lahan yang terjadi di setiap daerah. Mari kita lihat proporsi RTH Publik pada kota-kota besar di Indonesia saat ini pada tabel di bawah ini :








Pada tabel di atas, sangat terlihat jelas hanya Kota Bogor yang bisa mendekati ketentuan minimal RTH Publik. Kota ini sebenarnya cukup tertolong dengan adanya Kebun Raya Bogor yang berada di tengah kota. Sementara di Ibukota Jakarta, RTH Publik yang ada baru mampu mencapai angka 10 %, padahal menurut data yang ada pada awal tahun 1970-an RTH Jakarta masih mencapai 35 %. Terjadi penurunan yang sangat signifikan terhadap luasan RTH Publik yang ada di Jakarta, walaupun Pemda setempat terus mengupayakan peningkatan RTH Publik dari tahun ke tahun.
Menurunnya kualitas dan kuantitas RTH akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan seperti terjadinya banjir karena kurangnya peresapan air, tingginya polusi udara maupun meningkatnya kerawanan sosial. Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan sudah sewajarnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap keberadaan ruang terbuka hijau, sehingga ketentuan RTH minimal 30 % sesuai amanat regulasi yang ada bisa dicapai.

BOGOR
Bahwa Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kab. Bogor saat ini sedang berupaya untuk menentukan titik-titik lokasi Ruang Terbuka Hijau (RTH) khususnya di wilayah perkotaan guna memenuhi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota yang penyediaannya, kepemilikannya dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah, agar proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal dapat lebih dijamin pencapaiannya sehingga memungkinkan pemanfaatannya secara luas oleh masyarakat umum. Untuk lokasi yang ditetapkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik diantaranya dalam bentuk : - Taman Kota. - Hutan Kota. - Taman Pemakaman Umum. - Jalur Hijau Sepanjang Jalan dan Sungai. - dan lain-lain, hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Perencanaan Ruang pada Dinas Tata Ruang dan Pertanahan.
Sebagai langkah awal Dinas Tata Ruang dan Pertanahan Kabupaten Bogor telah menyiapkan 20 titik lokasi yang direncanakan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik, yang lokasinya berada di Cibinong dan sekitarnya.
Setiap tahun Kota Bogor selalu berupaya untuk menambah kualitas RTH. Tujuannya, RTH dapat memberikan dampak kesehatan bagi warga. Tahun lalu, Bogor membangun 10 taman baru yang terdiri dari beberapa taman tematik di pusat kota dan di wilayah lain. Sementara pada bulan ini, Bogor tengah menyelesaikan renovasi Taman Sempur.


Selama ini, warga memanfaatkan Taman Sempur untuk sejumlah kegiatan, mulai dari berolahraga, kumpul-kumpul, sampai berjualan. Setiap Minggu, Sempur menjadi tempat ratusan pedagang yang menjajakan dagangan saat agenda rutin "Hari Bebas Hambatan" atau Car Free Day (CFD). Selama Sempur direnovasi, area CFD dipindahkan sementara di sepanjang Jalan Sudirman yakni dari Taman Air Mancur sampai pintu gerbang Istana Bogor.

















Sumber :
http://properti.kompas.com/read/2016/11/27/203228821/lahan.terbatas.kota.bogor.maksimalkan.ruang.terbuka.hijau


Ilham Sulthony
3TB06
25314192

Hukum dan Pranata Pembangunan (Tugas 5) - Rehulina Apriyanti

PERMASALAHAN PEMBANGUNAN


HUKUM & PRANATA PEMBANGUNAN
Tugas 4
            
Latar Belakang
            Perkembangan zaman yang semakin pesat dan ditambahnya perkembangan dalam teknologi dan pembangunan yang ada di dunia adalah hal yang sangat diwajari. Seiring perkembangannya zaman, banyak gedung-gedung pencakar langit yang sering kita temui baik di luar negeri maupun di Indonesia.
            Pembangunan gedung pencakar langit juga tidak bisa seenaknya saja asal membangun. Sudah ada peraturan-peraturan yang berlaku. Seharusnya dipelajari peraturan-peraturan tersebut sebelum membangun sebuah bangunan.
            Banyak sekali kasus-kasus seperti gedung di segel kemudian dihancurkan kembali karena hal-hal yang melanggar seperti tidak mengikutinya peraturan-peraturan ataupun tidak membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Tujuan
            Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas kasus pembangunan gedung yang ada di bilangan Jakarta Selatan yang setelah dibangun, tetapi malah disegel, oleh Tim Dinas Penataan Kota dan Kostrad, aparat dari Kostrad, Polisi Militer, dan Polri.



Pembahasan
            Pada penulisan saya kali ini, saya akan membahas tentang kasus pembangunan di bilangan Jakarta Selatan pada tahun 2015 silam yang setelah dibangun, malah di segel oleh Tim Dinas Penataan Kota dan di jaga ketat oleh aparat dari Kostrad, Polisi Militer, dan Polri. Mengapa hal itu bisa terjadi? Ada beberapa faktor penyebabnya.
            Seperti yang saya kutip dari website beritajakarta.com yang bersumber dari : “http://www.beritajakarta.com/read/12887/Mal_Tebet_Green_Kembali_Disegel#.WAh2r7Gx_IV” mengenai kasus Mal Tebet Green yang berlokasi di Jalan MT Haryono, Tebet Timur, Jakarta Selatan, mengalami kasus pen-segel-an gedung mal yang sudah dibangun. Ini bukan kali pertama kasus mal ini di segel. Tetapi sudah beberapa kali di segel, kemudian dibuka dan setelah di selidiki masih memiliki masalah  yang  disebabkan pengelola belum menyelesaikan Sertifikat Layak Fungsi (SLF). Selain itu, pengelola mal juga menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga Rp 1,8 miliar.
            Seharusnya, pada pen-segel-an gedung pertama kali, pihak pengelola sudah melakukan penyelesaian Sertifikat Layak Fungsi (SLF) dan melunasi hutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) agar tidak terjadi pen-segel-an berikutnya. Seharusnya hal ini juga sudah disadari baik dari pihak pengelola ataupun dari beberapa pihak yang terkait pada pembangunan gedung tersebut. Namun, sepertinya hal ini masih dianggap sepele oleh beberapa pihak.
            Seperti yang kita kutip dari berita di atas, seharusnya ketika membangun suatu bangunan, haruslah mengetahui beberapa peraturan-peraturan yang berkaitan tentang pembangunan. Tidak boleh menyepelekan beberapa peraturan. Kita juga wajib melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang berlaku dan menyelesaikan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kasus disegel nya Mal Tebet Green.







Dinas Penataan Kota DKI Jakarta kembali menyegel Mal Tebet Green yang berlokasi di Jalan MT Haryono, Tebet Timur, Jakarta Selatan, Kamis (23/7).
" Bangunan ini disegel permanan. Kalau sudah diurus boleh dibuka kembali," "
Pantauan beritajakarta.com, Mal Tebet Green dijaga sejumlah aparat dari Kostrad, Polisi Militer, dan Polri. Tim Dinas Penataan Kota dan Kostrad memasang beberapa spanduk besar di pintu masuk utama mal yang bertuliskan "Bangunan Ini Disegel".
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Ast Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono mengatakan, penyegelan mal tersebut disebabkan pengelola belum menyelesaikan Sertifikat Layak Fungsi (SLF). Selain itu, pengelola mal juga menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) hingga Rp 1,8 miliar.
"Dengan belum adanya izin tersebut, secara hukum Mal Tebet Green tidak boleh beroperasi," ujar Heru.
Dia menambahkan, Mal Tebet Green dibangun di atas tanah seluas 7.475 meter persegi milik  Yayasan Dharma Putra Kostrad.





Ilham Sulthony
3TB06
25314192

Hukum dan Pranata Pembangunan (Tugas 4) - Rehulina Apriyanti

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN

HUKUM & PRANATA PEMBANGUNAN

Tugas 3
            
Tujuan
            Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas kasus pembangunan gedung yang ada di bilangan Jakarta Selatan yang setelah dibangun, tetapi malah disegel, oleh Tim Dinas Penataan Kota dan Kostrad, aparat dari Kostrad, Polisi Militer, dan Polri dikarenakan belum menyelesaikan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan bangunan juga masih menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
            Kali ini saya akan membahas tentang perundang-undangan yang berlaku pada masalah pembangunan yang di segel tersebut.



Pembahasan
            Di dalam mendirikan bangunan, tentu saja terdapat peraturan-peraturan yang berlaku. Antara lain peraturan tentang Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan juga Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Seperti yang sudah tertera dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 7 Tahun 2010, tentang perizinan bangunan yang harus dimiliki pemilik bangunan, sesuai ketentuan pada Perda tersebut terdiri dari :
1.      Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
2.      Sertifikat Laik Fungsi.
Pengertian :
Sertifikat Laik Fungsi (SLF) adalah Sertifikat yang diterbitkan oleh Pemda DKI Jakarta terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun sesuai IMB dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan berdasar hasil pemeriksaan dari instansi terkait .
1.      SLF harus dimiliki bangunan gedung, sebelum bangunan gedung tersebut dimanfaatkan/ digunakan. 
2.      SLF diterbitkan dengan masa berlaku 5 Tahun untuk bangunan umum dan 10 Tahun untuk bangunan rumah tinggal.
3.      Sebelum masa berlaku SLF habis, maka harus diajukan kembali permohonan perpanjangan SLF, dengan dilengkapi laporan hasil Pengkajian Teknis Bangunan Gedung yang dilakukan oleh Pengkaji Teknis Bangunan Gedung yang memiliki Izin Pelaku Teknis Bangunan/ IPTB bidang Pengkaji Bangunan.
Pada point pertama sudah dijelaskan bahwa; “SLF harus dimiliki bangunan gedung, sebelum bangunan gedung tersebut dimanfaatkan/ digunakan.”  Berarti dengan itu kita tahu bahwa bangunan Mal yang ada dibilang Jakarta tersebut masih belum membuat atau masih belum menyelesaikan Sertifikat Laik Fungsi nya tetapi gedung tersebut sudah selesai dibangun. Maka tidak heran apabila Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Ast Daerah (BPKAD) tersebut mengambil tindak menyegel bangunan tersebut.





Ada pula peraturan yang harus dipatuhi ketika membangun bangunan, salah satunya dengan membayarkan Pajak Bumi dan Bangunan.
Pengertian :
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang nomor 12 Tahun 1994.
PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.
Objek PBB :
Objek PBB adalah “Bumi dan atau Bangunan” :
1.      Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang.
2.      Bangunan: Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai.
      Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung Pajak Bumi dan Bangunan adalah sebagai berikut :
 PBB = 0,5% xtarif tetap, nilai ini berdasarkan undang-undang no.12 tahun 1994. Keterangan singkatan yang digunakan dalam perhitungan PBB.

a.      PBB = Pajak bumi dan bangunan.
b.      NJOP = Nilai jual objek pajak.
c.      NJKP = Nilai jual kena pajak.  
d.      NJOTKP = Nilai jual objek tidak kena pajak.

      Data-data diatas didapat dari peraturan pemerintah daerah atau bisa meminta informasi di kantor pelayanan pajak (KPP) pada daerah dimana bangunan berdiri. disini kita akan mencoba membuat contoh sederhana untuk menggambarkan proses menghitung pajak PBB.

Contoh : Kita berandai-andai saja misalnya saya mempunyai rumah 2 lantai ukuran bangunan 10m x 20m, rumah tersebut dibangun pada sebidang tanah ukuran 10m x 30m, Berapa jumlah pajak PBB yang harus dibayar setiap tahun? mari kita coba hitung disini.
·        Luas bangunan lt1 + lt2 = (10m x 20m) + (10m x 20m) = 400 m2.   
·        Luas tanah 10m x 30m = 300 m2.   
·        NJOP tanah = 300m2 x Rp.1.000.000,00 = Rp.300.000.000,00   
·        NJOP bangunan = 400m2 x Rp.3.000.000,00 = Rp.1.200.000.000,00   
·        NJOP tanah dan bangunan = Rp.1.500.000.000,00    NJOPTKP = Rp.12.000.000,00 
·        NJOP untuk perhitungan PBB = NJOP tanah dan bangunan – NJOPTKP = Rp.1.488.000.000,00 
·        NJKP = 20% x NJOP untuk perhitungan PBB = Rp.297.600.000,00 
·        PBB = 0,5% x NJKP = Rp.1.488.000,00

Jadi besarnya pajak bumi dan bangunan yang harus dibayar setiap tahun adalah Rp.1.488.000,00. Sebagai warga negara atau istilah lainya wajib pajak kita mempunyai hak dalam hal PBB ini sehingga dapat digunakan apabila diperlukan, berikut ini beberapa hak wajib pajak PBB

1.      Mengajukan keberatan atas PBB.
2.      Mengajukan banding apabila keberatan tidak diterima.   
3.      Mengusulkan pengurangan jumlah pembayaran PBB.   
4.      Melakukan Pembetulan Surat ketetapan pajak (SKP) PBB.

Kita kembali pada topik penyegelan gedung Mal. Ada kemungkinan pada pihak-pihak tertentu yang belum membayarkan PBB tersebut atau ada kesalahan pada perhitungan. Ada baiknya pula kita mengetahui tentang perhitungan tersebut agar tidak terjadi hal-hal yang kita tidak inginkan.












Sumber :


http://www.beritajakarta.com/read/12887/Mal_Tebet_Green_Kembali_Disegel#.WAX7kLGx_IU
http://www.izinbangunan.com/perizinan.php?sid=2
http://www.ilmusipil.com/cara-menghitung-pbb-pajak-bumi-dan-bangunan















Ilham Sulthony
3TB06
25314192

Hukum dan Pranata Pembangunan (Tugas 3) - Rehulina Apriyanti